Ibu dipanggil wali kelas karena aku ketahuan mencuri. Tak pernah kulihat Ibu sedemikian marahnya seperti saat ini. Sorot mata Ibu begitu tajam menatapku.
“Kita memang miskin, tapi Ibu tak pernah mengajarkanmu mencuri!”
“Aku ingin beli es krim. Ibu, maafkan aku,” suaraku bergetar.
Kuikuti Ibu yang bergegas keluar dari gerbang sekolah. Kami berjalan, dalam diam. Tepat di depan sebuah café, Ibu menghentikan langkahnya dan masuk.
Untuk apa Ibu membawaku ke sini?
Aku mulai gelisah dan terkejut mendengar apa yang dipesan Ibu.
Sundae!
Mataku mengerjap melihat semangkok sundae yang kini ada di depanku. Sungguh kebetulan sekali, mangkok sundae itu berwarna biru, warna kesukaanku. Sundae cokelat dengan remahan cookies dan lelehan cokelatnya terlihat begitu menggoda. Seharusnya aku bahagia, tapi perasaan bersalahku makin menjadi.
Ini pasti mahal.
“Makanlah. Kau sangat ingin es krim, bukan?”
Aku menunduk, tak berani menatap wajah Ibu.
“Maafkan, Ibu terlalu sibuk bekerja sampai tak tau kau begitu ingin makan es krim. Lain kali, bicaralah pada Ibu, pasti Ibu usahakan.”
Ibu, aku yang harus minta maaf.
Aku semakin tertunduk, air mataku mulai menetes, jatuh ke dalam mangkok sundae itu.
Ibu rela memakai uang yang seharusnya digunakan membeli obat buat Ayah, demi semangkok sundae untukku, agar aku tidak perlu menjadi pencuri.
***
Word : 199
Oh ibuuuu.
Jun nyanyi yaaaa 🙂
…hatiku piluuuu…. *lanjutin lagunya Jun :p
ternyata pada suka nyanyi ya 😀
ya ampun nyolong demi makan es krim 🙁
iyaaaa, demi es krim
Kagum dengan ibu yang marah untuk kesalahan sekaligus minta maaf untuk kealpaan mengerti keinginan sang anak. Untuk fiksi saya nyerah Jeng Lianny, suka menikmati karya para sahabat.
Lebih nyaman bikin yang non-fiksi ya Bu Prih?
Es krim Sundae memang favorit banyak orang ya termasuk aku dan anak2ku. Semangkok Sundae besar bisa buat bertiga hehe tapi asyik juga kalau habis dimakan sendiri wkwkwk… menarik ceritanya jadi terharu.