Senja kali ini masih sama seperti bertahun-tahun lalu. Ingatkah kau saat itu kita hampir setiap hari duduk berdua di bangku taman rumah ini. Mengerjakan pr bersama, bersenda gurau bersama. Kau adalah sahabatku yang terbaik. Sampai suatu saat aku sadar, aku sudah jatuh cinta padamu.
Salahkah jika aku menganggapmu lebih dari seorang sahabat? Ah, kenapa kau tak pernah mengerti, tak pernah mau tau.
Kulirik Ken diam-diam.
“ Ken, kau nggak punya minat untuk cari pacar?”
“Nggak ada yang tertarik sama aku, Nia.”
“Masa sih, kamu aja yang nggak tau.”
“Bener. Siapa sih yang mau sama aku? Ganteng nggak, pinter juga nggak.”
“Aku mau jadi pacarmu, Ken.”
Ken terbahak, mengganggapku bercanda.
“Ken, kenapa tertawa? Aku serius.”
“Apa? Kamu serius? Maaf .. maafkan aku, aku tidak mencintaimu Nia. Kau sahabatku yang baik, selamanya akan begitu.” Ken merangkul bahuku perlahan.
Hari itu aku tahu, Ken tidak akan pernah menjadi milikku. Hari itu juga aku mulai berteman dengan rasa sakit di hatiku. Perih sudah menjadi sahabatku. Luka memeluk hari-hariku. Terlebih saat Ken masih setiap hari datang ke rumah, tapi bukan untukku…
Kenapa Tita yang kau temui? Kenapa binar hangat di matamu itu kau tujukan hanya untuk adikku? Taukah kau? Aku betul-betul marah saat kau menikah dengannya!
Sikapmu tetap biasa saja, menganggapku sebagai sahabat. Tapi aku tetap menginginkan lebih. Aku ingin menjadi jantung hatimu, aku ingin menjadi denyut nadimu, aku ingin menjadi hidupmu. Kupendam amarahku saat melihat kemesraan kalian berdua.
Kenapa sih kalian tidak membeli rumah sendiri dan pergi dari rumah ibu ini? Aku ingin kalian pergi dari rumah ini, pergi dari kehidupanku!
Dinginnya malam membuyarkan lamunanku. Aku menghela nafas, berusaha mengusir marah dan sedih yang bercampur aduk dalam hatiku. Kelamnya malam sekelam hatiku. Aku beranjak perlahan dari bangku taman dan bergegas masuk ke dalam rumah. Kudapati Tita sedang duduk membaca buku di ruang tengah, sendirian.
“Tumben, Ken belum pulang jam segini?”
“Oh, Ken sedang dinas ke Semarang. Dua hari lagi baru pulang.” Tita tersenyum.
Kupandang wajah Tita, tetap cantik meski tubuhnya terlihat lebih gemuk karena kehamilannya.
“Kau cantik, Tita. Pantas Ken lebih memilihmu daripada aku.”
“Kak ..aku..”
“Diam!!” Tiba-tiba saja amarah yang bertahun-tahun kupendam meledak tanpa bisa kubendung lagi. Kuhampiri Tita dan kuelus perutnya yang buncit perlahan, tanganku sedikit gemetar.
“Kandunganmu sudah 5 bulan kan?”
Tita mengangguk dengan wajah yang mendadak pucat.
“Pasti Ken sangat menantikan kelahiran bayi ini. Begitu kan?” Kutekan keras perut Tita.
“Sakit, Kak ..” rintih Tita.
“Sakit? Begini saja sakit? Lebih sakit hatiku, Tita! Bertahun-tahun kemesraan kalian menorehkan luka di hatiku. Apa cuma kau yang boleh bahagia, aku juga ingin bahagia! Kau sudah merusak kebahagiaanku!” Aku menjerit histeris.
Entah setan mana yang membuatku mendorong tubuh Tita hingga terjatuh membentur pinggiran meja yang ada di situ. Teriakannya menggema sesaat sebelum akhirnya diam. Tak puas sampai di situ, kuinjak perutnya berkali-kali. Genangan warna merah mulai memenuhi lantai. Kutatap nanar tubuh yang diam didepanku.
Aku mencintaimu, Ken. Maafkan aku … Aku ingin tau, apa kau bisa sekuat aku? Jantung hatimu sudah kuambil, masih bisa hidupkah kau? Atau sekarat dan mati!
Aku tertawa merayakan kemenanganku.
word : 500
ini ceritanya mencekam sekali. tapi jujur, aku terganggu dengan tulisan : saatnya permainan dimulai… dan …. permainan sudah usai!
karena menurutku jika kalimat keterangan itu dihilangkan maka cerita ini akan mencapai klimaksnya sebagai cerita sadis secara lebih utuh lagi… pembaca benar2 dibuat mencekam di akhir kisah.
Naahh, iyaaa. Memang setelah kubaca ulang, 2 kalimat itu mau kuhilangkan. Tapi kubiarkan dulu, nunggu respon pembaca. Ternyata pemikiran kita sama, bener deh. Yuup, udah kuhilangkan. Makasih masukannya 🙂
Huwaaahhhh…kejam kejaaammm huhuhuhu, kejam bgt janinnya meninggal :(((
iya kejam bangettt ..
Uhhhh…si Nia jahat bangettt… 🙁
Iya *getok rame2 si Nia ..
wah… kejam sekali itu.
merinding membacanya.
yang nulis juga merinding 🙁
Sadiiiiisssss 🙁
bangeettt 🙁
Jahat bener sih. Padahal kan adiknya sendiri. 😐
Sudah kalap, rasio kalah sama emosi ..
Makanya, pelajaran buat Ken sama Tita. Mending ngontrak rumah -“- #alah
Tinggal di rumah sendiri pasti lebih nyaman ya .. 🙂
sadis mak 😀
iyaa, yang nulis jadi ngeri sendiri ..
aduuuh… serem…
tapi… kok bisa sama adiknya sih? ah kalau saya jadi kakaknya, gak mau main ke rumah adiknya, sakit atiii.cenut-cenuuut
Si Nia ini tinggalnya barengan kok dengan adiknya yg udah nikah, di rumah ibunya 🙂
sadiiiis.. jd inget adegan film rumah dara, yg ngelahirin anaknya..
aku tidak nonton film Rumah Dara, sadiskah?
waduh.. cinta yg tak terbalas efeknya bisa mengerikan seperti ini ya
iya, akibat sakit hati 🙂
aduh…. :,(
Kenapa Riga?
Iya sadismen toh mak *geleng-geleng kepala:D
iya hikss ..
huwaaaa endingnya sadis amat 🙁
he eh… sadis banget 🙁
Ngilu banget baca endingnya. Sadis bener 🙁
Iya, yg nulis juga cukup baca sekali aja, ngeri juga klo mau baca2 lagi #penulislebay 🙂
Duuh ini orang yang serumah pada nggak punya perasaan sih ya? Kalau ada cinta segitiga kaya gini kok ya nekad diijinin nikah? Udah gitu setelah nikah kok ya gak misah?
Jadi tragedi kaya gini semuanya ikut punya andil.
Seandainya masing-masing menggunakan hati nuraninya.. 🙁
*pembaca yang terlalu larut dalam cerita* 😀
Endingnya bikin nyesek.. 🙁
He eh.. huwaaa 🙁
AKKKK!!! T___T
amit2 jabang bayi… *ketok2 meja*
Iya, amit2 jabang bayi *Ikutan Carra ketok2 meja …
bangetttt ..
bagus ceritanya, tapi endingnya bisa dibikin tetap jleb tanpa harus terlalu sadis begini mbak…
Ya mbak, makasih masukannya 🙂