“Kamu mau ikut ke Ijen?”
“Apa? Ikut ke Ijen???”
Suamiku bergurau kali ya, udah tau istrinya ini nggak pernah olah raga kok ujug-ujug diajak mendaki gunung Ijen. Jalan bentar aja udah ngos-ngos an, mau melihat Kawah Ijen, haduh kalo semaput gimana dong? Belum lagi aku nggak tahan dingin, suka matiin AC mobil, begitu juga kalo nginep di hotel, pasang aja AC nya 28 derajat atau kumatikan aja sekalian sampai suami dan anak-anak ngomel-ngomel hahaha. Nah yang seperti ini kok diajak mendaki gunung Ijen.
Gunung Ijen yang memiliki ketinggian 2.443 m dpl ini terletak di perbatasan antara Kabupaten Bondowoso dan Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur.
Ajakan ke Kawah Ijen bikin hati bimbang. Pengin sih melihat keindahan Kawah Ijen tapi takut nggak kuat mendaki. Setelah itung-itung kancing baju dan maju mundur cantik, akhirnyaaaaaa…. aku mau ikut! Mendakinya nggak cuma berdua suami, tapi serombongan, bareng dengan teman-teman suamiku, jumlahnya kalo nggak salah 27 orang. Anak-anak nggak ikut karena masih sekolah, belum libur, ada mama mertua sih yang jagain.
Agak kalang-kabut untuk persiapan mendaki ini karena waktu kami memutuskan ikut tinggal seminggu aja. Tujuan kami adalah melihat Kawah Wurung, Kawah Ijen, air terjun Kali Pahit dan air terjun Niagara mini. Untuk penginapannya semula kami akan menginap di Arabica Homestay tapi nggak jadi, pindah haluan ke Catimor Homestay yang deket dengan Niagara mini, cuma jalan kaki aja 5 menit. Kami perlu penginapannya untuk mandi dan beristirahat sebelum memulai pendakian malam hari.
Jumat lalu, berangkat dari Jember siang hari sekitar jam 13.00 WIB. Sekitar jam 16.30 WIB kami sampai di Kawah Wurung. Sayang banget saat sampe disana, pemandangan hampir nggak kelihatan tertutup kabut, apalagi gerimis mulai turun. Jadi kami cuma foto-foto sebentar lalu melanjutkan perjalanan ke penginapan.
Pemandangan sekitar Kawah Wurung
Sampai penginapan sekitar jam 18.00 WIB kami mandi dan makan malam. Sebelum jam 21.00 WIB aku sudah masuk kamar tapi nggak bisa tidur, untunglah jam 22.00 WIB lebih aku akhirnya ketiduran. Lumayan bisa tidur sekitar 2 jam sebelum berangkat mendaki.
Jam 00.00 WIB kami bangun dan berangkat sekitar pukul 00.30 WIB ke pos pemberangkatan, Paltuding, tempat kami akan memulai pendakian. Sampai disana ternyata sudah rameee yang mau mendaki, jadi seperti pasar malam hahaha. Kulihat banyak bule juga. Wuah patut berbangga dong, Kawah Ijen ternyata memang terkenal sampe banyak bule yang datang.
Nah yang lupa bawa senter bisa beli di sini. Ada kok yang berjualan senter, sarung tangan, masker, topi dan perlengkapan lainnya. Tiket masuk ke kawah Ijen 5000 per orang, untuk wisatawan luar negeri tarif tiketnya beda lagi. Jika membawa kamera dikenakan biaya lagi 250 ribu rupiah per kamera.
Wuah hawanya dingin, apalagi bagian kaki yang pakai celana jeans, kerasa dingin bangeeet. Harusnya pake celana dobel atau pake celana yang bahannya hangat biar nggak terlalu dingin. Pendakian baru akan dibuka jam 02.00 WIB, jadi kami memanfaatkan waktu untuk pergi ke toilet dulu. Ampun deh, antriiii toiletnya, tapi nggak apalah daripada pengin pipis saat mendaki, mau pipis dimana juga. Ya, kan?
Dari yang aku baca, perjalanan dari Paltuding ke Kawah Ijen sekitar 3 km, bisa ditempuh sekitar 1.5 jam. Jam 02.00 WIB pendakian dibuka, let’s go! Eeeh baru 10 menit pertama jalan, napas udah ngos-ngos an, tenggorokan kering, alamaaaak, gimana bisa nyampe atas ini huhuhu. Untung aja ada suami yang setia berjalan di sampingku, jadi aku bisa pegangan tangannya. Beberapa kali semprot oksigen juga biar napas agak lega lagi.
Ada temen suami yang berbaik hati meminjamkan tongkatnya buatku. Tongkat itu membantu sekali lho, saat kaki sudah terasa lemes. Senangnya ini serombongan kompak banget, kalo ada yang nggak kuat dan berhenti istirahat, yang lainnya nungguin.
Paling berat saat separoh perjalanan, karena jalan makin nanjak dan berat. Bagi yang sudah biasa olahraga mungkin nggak terlalu berat ya, tapi buatku ini lumayan berat juga, apalagi waktu itu pas haid sedang banyak-banyaknya. Ya udah jalan pelan-pelan, capek ya istirahat, gitu aja.
Sebetulnya bisa juga tuh naik kereta dorong ke atas jika kita nggak kuat jalan. Harganya kisaran 800 ribu untuk naik, kalo turun lebih murah kisaran 200 ribu, bisa tawar-tawaran sendiri deh. Naik memang lebih susah karena jalan nanjak, ada 3 orang yang akan menarik keretanya. Sedangkan kalo turun cuma satu orang aja yang menarik kereta.
Aku yang tadi menggigil kedinginan, kalo udah jalan gini, udah nggak terasa rasa dingin di badan, malah sumuk karena keringetan.
Akhirnya sampai juga di pos bunder, para pendaki beristirahat di sini sebelum melanjutkan naik. Sebetulnya aku nggak lapar, kalo haus iya. Tapi akhirnya aku memakan 2 potong cokelat yang kubawa dan minum. Nggak berani minum banyak, takut pengin pipis hahaha. Agak lama kami istirahat, ada sekitar setengah jam. Lumayan sih, badan lebih seger setelah beristirahat disini, siap melanjutkan perjalanan menuju Kawah Ijen.
Setelah pos bunder ini, sekitar 1 km lagi katanya sampe puncak. Tapi 300 m pertama jalanan makin nanjak eeuh, tapi setelah itu datar. Nanjak, datar lagi. Semangat kembali muncul. Dan akhirnyaaaaa… sampe juga di puncak Kawah Ijen. Bahagianyaaa! Waktu saat itu menunjukkan pukul 04.30 WIB berarti kami menempuh perjalanan pendakian ke Kawah Ijen sekitar 2.5 jam, itu sudah termasuk berhenti istirahat tadi.
Sekeliling masih terlihat gelap saat itu. Kulihat banyak pendaki yang melanjutkan langkah, turun untuk melihat blue fire yang katanya cuma ada dua di dunia yaitu Islandia dan Ijen ini. Tapi tampaknya si api birunya kecil, nggak terlalu kelihatan.
Dari hasil googling yang kubaca, katanya waktu yang tepat untuk melihat blue fire sekitar jam 01.00 – 03.00 WIB, jadi harusnya tengah malam jam 00.00 WIB sudah mulai mendaki. Nah ini sudah nggak keburu liat blue fire, pendakiannya aja baru dibuka jam 02.00 WIB.
Beberapa saat kemudian sekeliling yang gelap mulai terang, tapi kabut tebal banget. Sayang sekali pemandangan Kawah Ijen tampak putih ketutup kabut. Sempat beberapa menit kabut tersingkir dan terlihat kawah dengan warna biru kehijauan yang indah.
Sempat terlihat kawah yang berwarna biru kehijauan
Sampai sekitar jam 07.00 WIB kami di situ, nungguin si kabut menepi tapi ternyata kabutnya bandel, ya udah habis foto-foto kami memutuskan untuk turun saja.
Bersama suami di Kawah Ijen
Wajah kucel, rambut awut-awutan, tapi bahagia bisa sampe ke Kawah Ijen. Sayang kawahnya ketutup kabut
Karena hari sudah terang, jadi kelihatan deh kalo jalanan kiri kanan jurang, ngeriii juga hahaha, semalem gelap jadi nggak kelihatan. Saat kami turun, masih banyak pendaki yang baru naik. Aku lihat banyak bulenya, malah ada yang usianya 60 tahun juga naik lho. Ya ampuun, kuat banget ya!
Saat naik napas ngos-ngos an, saat turun lutut yang pegel karena nahan jangan sampai tergelincir atau terguling. Kaki betul-betul jadi tumpuan badan. Buatku pribadi, bisa dibilang perjalanan turun jauh lebih mudah dibanding naik, tapi harus ekstra hati-hati.
Tau-tau udah sampe aja di pos bunder, gerimis tiba-tiba datang. Kami beristirahat sejenak di situ. Aku makan sepotong roti yang kubawa. Sebagian teman-teman minum kopi dan teh hangat.
Yup, jangan kuatir deh kalo lapar, ada pisang goreng, pop mie dan camilan lain di pos bunder ini. Untuk menghangatkan badan bisa pesan teh atau kopi hangat. Habis itu, cuss, lanjut lagi.
Nggak seberapa lama, udah sampe di pos pemberangkatan awal, Paltuding. Bisa ditebak kan tujuan pertama setelah sampe Paltuding adalaaaah… TOILET! Siap-siap antri toilet lagi deh. Habis itu baru legaaaaa. Kami lalu sarapan di salah satu warung yang ada di situ sebelum kembali ke penginapan.
Aku nggak banyak ambil foto, lha badan aja udah gemetaran kedinginan. Pake sarung tangan malah nggak enak buat megang sesuatu, mesti dicopot dulu itu sarung tangannya. Waktu di puncak sempat nekat copot sarung tangan, ambil hp lalu motret beberapa kali, abis itu cepat-cepet pake sarung tangan lagi. Nggak tahan dinginnyaaaa bbrrr 😀
Persiapan mendaki ke Kawah Ijen malam hari:
- Persiapan fisik
Jauh-jauh hari sebelum mendaki, persiapkan fisik dengan minum vitamin dan olahraga teratur.
Istirahatkan badan, tidur meskipun cuma 1-2 jam tapi perlu banget sebelum memulai pendakian.
- Persiapkan perlengkapan yang akan dipakai seperti:
- Sarung tangan.
- Jaket.
- Kalo mau bawa jas hujan, bawa yang bahan ringan agar barang bawaan nggak terlalu berat. Atau pake jaket yang bahannya waterproof, tidak tembus air hujan.
- Syal/ Penutup leher
- Topi untuk menutup kepala dan telinga.
- Masker untuk menutup hidung biar nggak kedinginan, selain itu untuk menghindari bau belerang.
- Sepatu kalo bisa pake sepatu gunung biar nggak licin.
- Senter untuk menerangi jalan.
- Celana panjang sebaiknya yang berbahan hangat.
- Oksigen buat jaga-jaga kalo tubuh lemes, kehabisan napas.
- Tongkat, perlu banget nih saat jalan menanjak dan menurun tajam.
- Tissue dan tissue basah, terutama buat cewek nih perlu banget kalo ke toilet.
- Minyak kayu putih untuk olesan saat perut kembung, masuk angin.
- Persiapkan bekal
Bawa bekal secukupnya seperti bawa air minum, permen jahe, roti atau cokelat. Kalo perlu bawa obat-obatan pribadi juga.
- Berdoa
Jangan lupa berdoa sebelum berangkat, agar diberi kelancaran dan keselamatan dalam perjalanan ini.
Wuah, rasanya masih belum percaya, akhirnya aku bisa sampe ke Kawah Ijen. Perjalanan selanjutnya, kembali ke penginapan setelah berhenti terlebih dulu di Air terjun Kali Pahit dan Little Niagara (Niagara Mini). Ini akan kutulis di postingan terpisah ya. [BERSAMBUNG : Tempat Wisata Dekat Kawah Ijen]
kawah ijen dimanakah mba? hahaha payah nih geografinya. keren banget pemandangannya
Di Jatim mba, perbatasan Bondowoso dan Banyuwangi. Lupa nulis di postingan hihi, udah kutambahkan.
Makasih 🙂
Waaah… seru banget bisa mendaki dengan suami. Pemandangannya indah ya mbak, gak kecewa deh ya dengan perjalanan yang menanjak tapi indah sampai di puncak
Iya mba, pelan-pelan akhirnya nyampe juga 🙂
waaa seru banget mba Lianny.., aku pengen jalan ke sana dari kapan tau belum sempet2 hehehe..
Wah udah ada rencana ke Ijen ya Zata
Woooowww mb li, diajakin ngedate bedua eh bareng rombongan jg sih sampe naek gunung hihi seruuuu
Dan aku baru tau pendakian tu justru dimulainya malem gitu ya, mungkin biar ga ngeri liat jalannya pas siang mueheee
Duh ada pos pisang goreng juga, jadi kepengen treking gunung nih kpn kpn
Itu bule 60 tahun sehat amat ya masi bisa naek gunung, ku yang baru seprempat abad lebih dikit uda letoyy
Iya, hebat banget umur segitu masih kuat naik gunung, aku aja sudah ngos-ngos an hahaha
Hwaaa keren banget mbak. Lha aku bromo yg cuma kyk baskom aja milih mlipir ke warung mie instan, apalagi ijen? Btw tahun lalu teman kerja suamiku meninggal di ijen karena serangan jantung. Dia mendaki dengan keluarga.
Haduh kena serangan jantung di Ijen?
Aku baca dari hasil googling katanya yang punya penyakit jantung dan asma sebaiknya nggak mendaki gunung Ijen.
Mungkin bahaya kalo nafasnya nggak kuat karena jalan nanjak ya mba.
Aku aja sampe bawa tabung oksigen, takut nggak kuat nafasnya.
Aku pertama naik gunung Merapi, santai aja karena malam juga, jam 12 mulai pendakian dan bener deh nggak lihat kanan kiri jurang. Paginya baru nyadar, ya ampuun males turun jadinya. Tapi nggak mungkin juga di atas terus, wkwkwk.
Aku udah lama pengen ke Ijen, kemarin rencana malah bulan April. Tapi gagal karena suami banyak kerjaan, mbak. Tips nya aku catat, dan menanti lanjutan ceritanya 🙂
Iya mba, setelah terang baru keliatan jurangnya ya 🙂
Belum pernah ke sana mba,,, keren banget jadi kpingin ke sana,,, pasti refres banget liat pemandangan nya yang bagus dan hawanya yang sejuk,,, nuhun mba mau ah suatu saat ke sana
Iya, jadi fresh lagi liat pemandangan bagus ini 🙂
tengah malam mendaki gunung ijen, ruarrr biasa mbak. Eh kalau dibawa jalan malah sumuk mendingan jalan sendiri ya mbak dibanding didorong senilai 800rb hihi
Iya, nggak terasa dingin kok kalo jalan, ntar kerasa dingin lagi kalo sudah sampe puncak 😀
Awan yang muncul di balik gunung itu cakep banget mbak seperti kembar tiga ya 🙂
hihi iya yah, aku malah nggak perhatian 🙂
Cita-cita banget nih pengen ke kawah ijen soalnya katanya bagus tapi kok nggak yakin sama kemampuanku mendaki ya, hihi. Hebat Mbak Lianny bisa sampe sana walau harus sedikit kecewa karena kawahnya ketutupan kabut ya.
Aku juga nggak yakin bisa sampe, nyatanya sampe juga hehe
Wah seneng banget bisa ke sana. Perjalanannya setimpal dgn pemandangan yg dlihat ya mbak?
Moga kapan2 bisa ke sana jg
tengkyu tipsnya 😀
Betul mba, begitu lihat pemandangannya, pasti happy deh
Waaah seru banget sih. Pengen deh mendaki kaya gitu. Tapi saya juga tipe org yg ga kuat jalan lama apalagi nanjak haha
Samaaa, ya pokoknya jalan pelan2, capek berhenti 🙂
setelah nonton film Jilbab Traveler Love Sparks In Korea saya jadi kepengen ke kawah Ijen mbak. Apalagi setelah baca tulisan mbak. Kapan ya aku bisa ke kawah Ijen?
Semoga bisa segera kesampaian ke kawah Ijen ya
Seruuuuu :D. Aku ga mau underestimate pendakian gini lg sih.. Dulu sempet rada sombong pas mau naik ke puncak sikunir, lgs pgn yg pos3, paling tinggi. Kenyataannya, blm nyampe pos 1 aku ga sanggub dan mau pingsan wkwkwkwk
Kawanku bilang kawah ijen ini lbh berat drpd sikunir. Hahahaha jd aku makin ga yakin bakal kuat naik nya. Hihihi.. Kyknya kalo ksana, aki mau latih fisik dulu mba :p
Iya Fan, minimal latihan jalan kaki rutin dulu.
Aku aja khawatir nggak sampe, ya wis alon-alon asal kelakon, akhirnya sampe jugaa 😀
Senengnya bisa melihat kabut… keren sekali pemandangannya. Pengen kesitu deh jadinya…, next deh… dan memang harus direncanakan nih
Iya mba, memang harus dipersiapkan sebelum berangkat 🙂
Berapa derajat dinginnya mba.. kayak winter yaa. Semoga bisa ke sana segeraa
Nggak tau berapa derajat haha, apalagi aku nggak tahan dingin Mama Bo 🙂
wah, liburan yg lain dari yg lain ya mbak… wajahnya keliatan capek 🙂 Tp pemandangan yang indah itu memang perlu setengah mati dulu mencapainya
wah kalo ini nih memang liburan yang beda hahaha, biasanya ke mall ini ke gunung 🙂