Kalau berbicara tentang barang kesayangan, sempet bingung juga. Karena semua barang yang menjadi kebutuhan itu bagiku sudah termasuk barang kesayangan sih. Tetapi ada satu benda yang menjadi barang kesayanganku. Benda ini kumiliki saat aku di kelas 5 SD dan sampai sekarang masih ada, padahal sudah 28 tahun lamanya. Mau tahu, benda apa itu? Inilah benda kesayanganku β¦
Ya, sebuah cincin mungil ini mengandung sejarahnya sendiri, bukan cincin wasiat yang diberikan secara turun temurun dari nenek moyang lho, juga bukan cincin ajaib yang digosok tiga kali terus berubah menjadi jin yang bisa mengabulkan semua permintaanku, he he .. tentu saja itu tidak mungkin, cerita β cerita seperti itu hanya terjadi dalam dongeng.
Penasaran nggak dengan sejarah cincin ini? Lanjut ya β¦ Cincin ini mengingatkanku saat aku masih kecil dulu, dimana kehidupan kami sekeluarga dalam kondisi yang sangat sederhana. Hanya bermodalkan sebuah toko kecil di sebuah desa, orang tuaku bersusah payah membiayai semua keperluan sekolah keempat anaknya. Meski hidup pas-pasan, mulai sejak kami duduk di kelas 1 SD orang tuaku selalu memberi kami uang jajan(sangu) yang setiap pagi diletakkan di meja makan, beberapa keping uang. Anak kecil diberi uang jajan pasti seneng banget kan, begitu juga aku. Tetapi aku jarang sekali membelanjakan uang itu di sekolah, karena aku setiap hari membawa bekal air putih dan roti. Jadi uang jajanku setiap hari kutabung, kumasukkan ke dalam celengan tanah liat dan kusembunyikan di bawah ranjangku.
Akhirnya lambat laun celengan tanah liat itu penuh juga, dan kupecahkan saat aku sudah duduk di kelas 5 SD, tahun 1985. Saat kutunjukkan ke orang tuaku, mereka terharu banget. Aku ingat mama tersenyum bahagia dan memelukku dengan mata yang berkaca-kaca. Saat itu aku tidak tau mau diapakan uang tabunganku itu, dan akhirnya orang tuaku menyarankan untuk dibelikan perhiasan. Hari Minggu setelah itu, aku diajak pergi ke kota Malang dengan naik bus dan menuju toko perhiasan. Aku tertarik dengan sebuah cincin yang ada batu berwarna merah fanta di tengahnya. Jika terkena sinar matahari, semburat sinar berbentuk bintang terlihat di batu itu. Kebetulan saat dicoba di jariku, pas sekali, dan akhirnya kubeli cincin itu seharga Rp. 40.000 dengan uang tabunganku sendiri. Bangga? Tentu saja, karena aku bisa membeli sesuatu tanpa perlu meminta uang lagi kepada orang tua.
Cincin ini sampai sekarang masih ada, masih kupakai karena masih cukup pas di jari manisku. Setiap memandang cincin ini, aku selalu diingatkan tentang banyak pelajaran hidup, diantaranya adalah:
1. Tentang kedisiplinan, kesabaran dan kerja keras pasti akan membuahkan hasil.
2. Segala sesuatu sesulit apapun masih bisa dicapai, tidak ada yang mustahil dilakukan, jika kita menyertakan Tuhan dalam hidup dan kita mau terus berusaha mencapainya.
3. Sedikit-sedikit lama lama menjadi bukit β aku sudah membuktikannya sendiri.
4. Kebahagiaan seorang anak adalah melihat senyum kebahagiaan di wajah orang tuanya.
Itulah sedikit cerita tentang benda kesayanganku ini. Jadi benda ini demikian berharga buatku bukan semata karena harganya, tetapi terlebih dari itu adalah karena makna kehidupan yang terkandung di dalamnya. Setiap melihat pijar bintang di batu cincin itu, aku seperti melihat sebuah harapan yang baru. Harapan dan pengingat buatku pribadi agar terus berupaya melakukan hal-hal positif di hidupku dan membahagiakan kedua orang tuaku di masa tua mereka, selagi aku masih bisa melakukannya. Semoga harapanku ini bisa terwujud.
cincin yang manis π saya jadi pengen segera dapat cincin seperti itu :p
sudah terdaftar, trims π
jangan lupa syarat lainnya, apa hayooo? π
ada giveaway lagi di blog teman saya π hadiahnya pulsa. cek deh di blog saya.
@ Arga Litha : Makasih ya..
Bendanya mungkin gak seberapa yah, tapi cerita dibaliknya itu yang tak ternilai harganya.
Selalu ada cerita di balik benda kenangan π